Rabu, 05 Juni 2013

Cerita Ngentot - Goyangan Maut Tante Dona..

Cerita Ngentot - Goyangan Maut Tante Dona

Kejadian ini adalah sebagian dari kisah nyataku, yang terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Terus terang, aku sangat menyukai wanita yang berusia 30-40 tahun, dengan kulit mulus. Bagiku wanita ini sangat menarik, apalagi jika ‘jam terbangnya’ sudah tinggi, sehingga pandai dalam bercinta. Namun sebagai pegawai swasta yang bekerja, aku memiliki keterbatasan waktu, tidak mudah bagiku untuk mencari wanita tersebut. Hal ini yang mendorong aku untuk mengiklankan diriku pada sebuah surat kabar berbahasa Inggris, untuk menawarkan jasa ‘full body massage’. Uang bagiku tidak masalah, karena aku berasal dari keluarga menengah dan gajiku cukup, namun kepuasan yang ku dapat jauh dari itu. Sehingga aku tidak memasang tarif untuk jasaku itu, diberi berapapun kuterima.

Sepanjang hari itu, sejak iklanku terbit banyak respon yang kudapat, sebagian dari mereka hanya iseng belaka, atau hanya ingin ngobrol. Di sore hari, kurang lebih pukul 18.00 seorang wanita menelponku.
“Hallo dengan Ivan?” suara merdu terdengar dari sana.
“Ya saya sendiri” jawabku.
Dan seterusnya dia mulai menanyakan ciri-ciriku. Selanjutnya, “Eh ngomong-ngomong, berapa sich panjangnya kamu punya?” katanya.
“Yah normal sajalah sekitar 18 cm dengan diameter 6 cm.” jawabku.
“Wah lumayan juga yach, lalu apakah jasa kamu ini termasuk semuanya,” lanjutnya.
“Apa saja yang kamu butuhkan, kamu pasti puas dech..” jawabku. Dan yang agak mengejutkan adalah bahwa dia meminta kesediaanku untuk melakukannya dengan ditonton suaminya. Namun kurasa, wah ini pengalaman baru buatku.

Akhirnya dia memintaku untuk segera datang di sebuah hotel “R” berbintang lima di kawasan Sudirman, tak jauh dari kantorku. Aku menduga bahwa pasangan ini bukanlah sembarang orang, yang mampu membayar tarif hotel semahal itu. Dan benar dugaanku, sebuah president suite room telah ada di hadapanku. Segera kubunyikan bel di depan kamarnya. Dan seorang pria, dengan mengenakan kimono, berusia tak lebih dari 40 tahun membukakan pintu untukku.

“Ivan?” katanya.
“Ya saya Ivan,” jawabku. Lalu ia mencermatiku dari atas hingga bawah sebelum ia mempersilakan aku masuk ke dalam. Pasti dia tidak ingin sembarang orang menyentuh istrinya, pikirku.
“OK, masuklah” katanya. Kamar itu begitu luas dan gelap sekali. Aku memandang sekeliling, sebuah TV berukuran 52″ sedang memperlihatkan blue film.

Lalu aku memandang ke arah tempat tidur. Seorang wanita yang kutaksir umurnya tak lebih dari 30 tahun berbaring di atas tempat tidur, badannya dimasukkan ke dalam bed cover tersenyum padaku sambil menjulurkan tangannya untuk menyalamiku. “Kamu pasti Ivan khan? Kenalkan saya Donna” katanya lembut.
Aku terpana melihatnya, rambutnya sebahu berwarna pirang, kulitnya mulus sekali, wajahnya cantik, pokoknya perfect! Aku masih terpana dan menahan liurku, ketika dia berkata “Lho kok bingung sich”.
“Akh enggak..” kataku sambil membalas salamnya.
“Kamu mandi dulu dech biar segar, tuch di kamar mandi,” katanya.
“Oke tunggu yach sebentar,” jawabku sambil melangkah ke kamar mandi. Sementara, suaminya hanya menyaksikan dari sofa dikegelapan. Cepat-cepat kubersihkan badanku biar wangi. Dan segera setelah itu kukenakan celana pendek dan kaos.

Aku melangkah keluar, “Yuk kita mulai,” katanya.
Dengan sedikit gugup aku menghampiri tempat tidurnya. Dan dengan bodohnya aku bertanya, “Boleh aku lepaskan pakaianku?”, dia tertawa kecil dan menjawab, “terserah kau saja..”.
Segera kulepaskan pakaianku, dia terbelalak melihatku dalam keadaan polos, “Ahk.. ehm..” dan segera mengajakku masuk ke dalam bed cover juga. “Kamu cantik sekali Donna” kataku lirih.
Aku tak habis pikir ada wanita secantik ini yang pernah kulihat dan suaminya memperbolehkan orang lain menjamahnya, ah.. betapa beruntungnya aku ini. “Ah kamu bisa saja,” kata Donna.

Segera aku masuk ke dalam bed cover, kuteliti tubuhnya satu persatu. Kedua bulatan payudaranya yang cukup besar dan berwarna putih terlihat menggantung dengan indahnya, diantara keremangan aku masih dapat melihat dengan sangat jelas betapa indah kedua bongkah susunya yang kelihatan begitu sangat montok dan kencang. Samar kulihat kedua puting mungilnya yang berwarna merah kecoklatan. “Yaa aammpuunn..” bisikku lirih tanpa sadar, “Ia benar-benar sempurna” kataku dalam hati.

“Van..” bisik Tante Donna di telingaku.
Aku menoleh dan terjengah. Ya Ampuun, wajah cantiknya itu begitu dekat sekali dengan wajahku. Hembusan nafasnya yang hangat sampai begitu terasa menerpa daguku. Kunikmati seluruh keindahan bidadari di depanku ini, mulai dari wajahnya yang cantik menawan, lekak-lekuk tubuhnya yang begitu seksi dan montok, bayangan bundar kedua buah payudaranya yang besar dan kencang dengan kedua putingnya yang lancip, perutnya yang ramping dan pantatnya yang bulat padat bak gadis remaja, pahanya yang seksi dan aah.., kubayangkan betapa indah bukit kemaluannya yang kelihatan begitu menonjol dari balik bed cover. Hmm.., betapa nikmatnya nanti saat batang kejantananku memasuki liang kemaluannya yang sempit dan hangat, akan kutumpahkan sebanyak mungkin air maniku ke dalam liang kemaluannya sebagai bukti kejantananku.

“Van.. mulailah sayang..” bisik Tante Donna, membuyarkan fantasi seks-ku padanya. Sorotan kedua matanya yang sedikit sipit kelihatan begitu sejuk dalam pandanganku, hidungnya yang putih membangir mendengus pelan, dan bibirnya yang ranum kemerahan terlihat basah setengah terbuka, duh cantiknya. Kukecup lembut bibir Tante Donna yang setengah terbuka. Begitu terasa hangat dan lunak. Kupejamkan kedua mataku menikmati kelembutan bibir hangatnya, terasa manis.

Selama kurang lebih 10 detik aku mengulum bibirnya, meresapi segala kehangatan dan kelembutannya. Kuraih tubuh Tante Donna yang masih berada di hadapanku dan kubawa kembali ke dalam pelukanku.
“Apa yang dapat kau lakukan untukku Van..” bisiknya lirih setengah kelihatan malu.
Kedua tanganku yang memeluk pinggangnya erat, terasa sedikit gemetar memendam sejuta rasa. Dan tanpa terasa jemari kedua tanganku telah berada di atas pantatnya yang bulat. Mekal dan padat. Lalu perlahan kuusap mesra sambil kuberbisik, “Tante pasti tahu apa yang akan Ivan lakukan.. Ivan akan puaskan Tante sayang..” bisikku pelan. Jiwaku telah terlanda nafsu.

Kuelus-elus seluruh tubuhnya, akhh.. mulus sekali, dengan sedikit gemas kuremas gemas kedua belah pantatnya yang terasa kenyal padat dari balik bed cover. “Oouuhh..” Tante Donna mengeluh lirih.
Bagaimanapun juga anehnya aku saat itu masih bisa menahan diri untuk tidak bersikap over atau kasar terhadapnya, walau nafsu seks-ku saat itu terasa sudah diubun-ubun namun aku ingin sekali memberikan kelembutan dan kemesraan kepadanya. Lalu dengan gemas aku kembali melumat bibirnya. Kusedot dan kukulum bibir hangatnya secara bergantian dengan mesra atas dan bawah. Kecapan-kecapan kecil terdengar begitu indah, seindah cumbuanku pada bibir Tante Donna. Kedua jemari tanganku masih mengusap-usap sembari sesekali meremas pelan kedua belah pantatnya yang bulat pada dan kenyal. Bibirnya yang terasa hangat dan lunak berulang kali memagut bibirku sebelah bawah dan aku membalasnya dengan memagut bibirnya yang sebelah atas. ooh.., terasa begitu nikmatnya. Dengusan pelan nafasnya beradu dengan dengusan nafasku dan berulang kali pula hidungnya yang kecil membangir beradu mesra dengan hidungku. Kurasakan kedua lengan Tante Donna telah melingkari leherku dan jemari tangannya kurasakan mengusap mesra rambut kepalaku.

Batang kejantananku terasa semakin besar apalagi karena posisi tubuh kami yang saling berpelukan erat membuat batang kejantananku yang menonjol dari balik celanaku itu terjepit dan menempel keras di perut Tante Donna yang empuk, sejenak kemudian kulepaskan pagutan bibirku pada bibir Tante Donna.

Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu.
“Ohh apa yang akan kau lakukan.. akh..” tanyanya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya. Beberapa saat kemudian tangan itu malah mendorong kepalaku semakin bawah dan.., “Nyam-nyam..” nikmat sekali kemaluan Tante Donna. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku.

Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, “Creep..” ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sedari tadi becek itu.
“Aaahh.. kamu nakaal,” jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuk yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Bergiliran kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. “Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ivan..” lirih Tante Donna.

Sementara aku asyik menikmati bibir kemaluannya, ia terus mendesah merasakan kegelian, persis seorang gadis perawan yang baru merasakan seks untuk pertama kali, kasihan wanita ini dan betapa bodohnya suaminya yang hanya memandangku dari kegelapan.

“Aahh.. sayang.. Tante suka yang itu yaahh.. sedoot lagi dong sayang oogghh,” ia mulai banyak menggunakan kata sayang untuk memanggilku. Sebuah panggilan yang sepertinya terlalu mesra untuk tahap awal ini.
Lima menit kemudian.. “Sayang.. Aku ingin cicipi punya kamu juga,” katanya seperti memintaku menghentikan tarian lidah di atas kemaluannya.
“Ahh.. baiklah Tante, sekarang giliran Tante,” lanjutku kemudian berdiri mengangkang di atas wajahnya yang masih berbaring. Tangannya langsung meraih batang kemaluan besarku dan sekejap terkejut menyadari ukurannya yang jauh di atas rata-rata.
“Okh Van.. indah sekali punyamu ini..” katanya padaku, lidahnya langsung menjulur kearah kepala kemaluanku yang sudah sedari tadi tegang dan amat keras itu.
“Mungkin ini nggak akan cukup kalau masuk di.. aah mm.. nggmm,” belum lagi kata-kata isengnya keluar aku sudah menghunjamkan burungku kearah mulutnya dan, “Croop..” langsung memenuhi rongganya yang mungil itu. Matanya menatapku dengan pandangan lucu, sementara aku sedang meringis merasakan kegelian yang justru semakin membuat senjataku tegang dan keras.
“Aduuh enaak.. oohh enaknya Tante oohh..” sementara ia terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan sebelah kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus itu. Sesekali ia menggigit kecil kepala kemaluanku dalam mulutnya, “Mm.. hmm..” hanya itu yang keluar dari mulutnya, seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya.

“Crop..” ia mengeluarkan kemaluanku dari mulutnya. Aku langsung menyergap pinggulnya dan lagi-lagi daerah selangkangan dengan bukit berbulu itu kuserbu dan kusedot cairan mani yang sepertinya sudah membanjir di bibir kemaluannya.
“Aoouuhh.. Tante nggak tahan lagi sayang ampuun.. Vann.. hh masukin sekarang juga, ayoo..” pintanya sambil memegang pantatku. Segera kuarahkan kemaluanku ke selangkangannya yang tersibak di antara pinggangku menempatkan posisi liang kemaluannya yang terbuka lebar, pelan sekali kutempelkan di bibir kemaluannya dan mendorongnya perlahan, “Ngg.. aa.. aa.. aa.. ii.. oohh masuuk.. aduuh besar sekali sayang, oohh..” ia merintih, wajahnya memucat seperti orang yang terluka iris.

Aku tahu kalau itu adalah reaksi dari bibir kemaluannya yang terlalu rapat untuk ukuran burungku. Dan Tante Donna merupakan wanita yang kesekian kalinya mengatakan hal yang sama. Namun jujur saja, ia adalah wanita setengah baya tercantik dan terseksi dari semua wanita yang pernah kutiduri. Buah dadanya yang membusung besar itu langsung kuhujani dengan kecupan-kecupan pada kedua putingnya secara bergiliran, sesekali aku juga berusaha mengimbangi gerakan turun naiknya diatas pinggangku dengan cara mengangkat-angkat dan memiringkan pinggul hingga membuatnya semakin bernafsu, namun tetap menjaga ketahananku dengan menghunjamkan kemaluanku pada setiap hitungan kelima.

Tangannya menekan-nekan kepalaku kearah buah dadanya yang tersedot keras sementara burungku terus keluar masuk semakin lancar dalam liang senggamanya yang sudah terasa banjir dan amat becek itu. Puting susunya yang ternyata merupakan titik nikmatnya kugigit kecil hingga wanita itu berteriak kecil merintih menahan rasa nikmat sangat hebat, untung saja kamar tidur tersebut terletak di lantai dua yang cukup jauh untuk mendengar teriakan-teriakan kami berdua. Puas memainkan kedua buah dadanya, kedua tanganku meraih kepalanya dan menariknya kearah wajahku, sampai disitu mulut kami beradu, kami saling memainkan lidah dalam rongga mulut secara bergiliran. Setelah itu lidahku menjalar liar di pipinya naik kearah kelopak matanya melumuri seluruh wajah cantik itu, dan menggigit daun telinganya. Genjotan pinggulnya semakin keras menghantam pangkal pahaku, burungku semakin terasa membentur dasar liang senggama.

“Ooohh.. aa.. aahh.. aahh.. mmhh gelii oohh enaknya, Vann.. ooh,” desah Tante Donna.
“Yaahh enaak juga Tante.. oohh rasanya nikmat sekali, yaahh.. genjot yang keras Tante, nikmat sekali seperti ini, oohh enaakk.. oohh Tante oohh..” kata-kataku yang polos itu keluar begitu saja tanpa kendali. Tanganku yang tadi berada di atas kini beralih meremas bongkahan pantatnya yang bahenol itu. Setiap ia menekan ke bawah dan menghempaskan kemaluannya tertusuk burungku, secara otomatis tanganku meremas keras bongkahan pantatnya. Secara refleks pula kemaluannya menjepit dan berdenyut seperti menyedot batang kejantananku.

Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Tante Donna terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya, “Vann.. aahh aku nngaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh..”
“Taahaan Tante.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya Tante.. tahan dulu .. jangan keluarin dulu..” Tapi sia-sia saja, tubuh Tante Donna menegang kaku, tangannya mencengkeram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, hingga aku meremas keras payudaranya untuk memaksimalkan kenikmatan orgasme itu padanya. “Ooo.. ngg.. aahh.. sayang sayang.. sayang.. ooh enaak.. Tante kelauaar.. oohh.. oohh..” teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya disekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkeram erat sekali, desiran zat cair kental terasa menyemprot enam kali di dalam liang kemaluannya sampai sekitar sepuluh detik kemudian ia mulai lemas dalam pelukanku.

Sementara itu makin kupercepat gerakanku, makin terdengar dengan jelas suara gesekan antara kemaluan saya dengan kemaluannya yang telah dibasahi oleh cairan dari kemaluan Tante Donna. “Aaakhh.. enakk!” desah Tante Donna sedikit teriak.
“Tante.. saya mau keluar nich.. eesshh..” desahku pada Tante Donna.
“Keluarkanlah sayang.. eesshh..” jawabnya sambil mendesah.
“Uuugghh.. aaggh.. eenak Tante..” teriakku agak keras dengan bersamaannya spermaku yang keluar dan menyembur di dalam kemaluan Tante Donna.

“Hemm.. hemm..” suara itu cukup mengagetkanku. Ternyata suaminya yang sedari tadi hanya menonton kini telah bangkit dan melepas kimononya. “Sekarang giliranku, terima kasih kau telah membangkitkanku kau boleh meninggalkan kami sekarang,” katanya seraya memberikan segepok uang padaku.

Aku segera memakai pakaianku, dan melangkah keluar. Tante Donna mengantarkanku kepintu sambil sambil menghadiahkanku sebuah kecupan kecil, katanya “Terima kasih yach.. sekarang giliran suamiku, karena ia butuh melihat permainanku dengan orang lain sebelum ia melakukannya.”
“Terima kasih kembali, kalau Tante butuh saya lagi hubungi saya saja,” jawabku sambil membalas kecupannya dan melangkah keluar.

“Akh.. betapa beruntungnya aku dapat ‘order’ melayani wanita seperti Tante Donna,” pikirku puas. Ternyata ada juga suami yang rela mengorbankan istrinya untuk digauli orang lain untuk memenuhi hasratnya.


Cerita Seks - Mbak Lia Atasanku Yang Doyan Ngentot..

Cerita Seks - Mbak Lia Atasanku Yang Doyan Ngentot
Mbak Lia kurang lebih baru 2 minggu bekerja sebagai atasanku sebagai Accounting Manager. Sebagai atasan baru, ia sering memanggilku ke ruang kerjanya untuk menjelaskan overbudget yang terjadi pada bulan sebelumnya, atau untuk menjelaskan laporan mingguan yang kubuat. Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak cukup mendukung, management memutuskan merekrutnya. Ia berasal dari sebuah perusahaan konsultan keuangan.

Usianya kutaksir sekitar 25 hingga 30 tahun. Sebagai atasan, sebelumnya kupanggil "Bu", walau usiaku sendiri 10 tahun di atasnya. Tapi atas permintaanya sendiri, seminggu yang lalu, ia mengatakan lebih suka bila di panggil "Mbak". Sejak saat itu mulai terbina suasana dan hubungan kerja yang hangat, tidak terlalu formal. Terutama karena sikapnya yang ramah. Ia sering langsung menyebut namaku, sesekali bila sedang bersama rekan kerja lainnya, ia menyebut "Pak".

Dan tanpa kusadari pula, diam-diam aku merasa betah dan nyaman bila memandang wajahnya yang cantik dan lembut menawan. Ia memang menawan karena sepasang bola matanya sewaktu-waktu dapat bernar-binar, atau menatap dengan tajam. Tapi di balik itu semua, ternyata ia suka mendikte. Mungkin karena telah menduduki jabatan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya pun cukup tinggi untuk menyuruh seseorang melaksanakan apa yang diinginkannya.

Mbak Lia selalu berpakaian formal. Ia selalu mengenakan blus dan rok hitam yang agak menggantung sedikit di atas lutut. Bila sedang berada di ruang kerjanya, diam-diam aku pun sering memandang lekukan pinggulnya ketika ia bangkit mengambil file dari rak folder di belakangnya. Walau bagian bawah roknya lebar, tetapi aku dapat melihat pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Sangat menarik, tidak besar tetapi jelas bentuknya membongkah, memaksa mata lelaki menerawang untuk mereka-reka keindahannya.

Di dalam ruang kerjanya yang besar, persis di samping meja kerjanya, terdapat seperangkat sofa yang sering dipergunakannya menerima tamu-tamu perusahaan. Sebagai Accounting Manager, tentu selalu ada pembicaraan-pembicaraan 'privacy' yang lebih nyaman dilakukan di ruang kerjanya daripada di ruang rapat.

Aku merasa beruntung bila dipanggil Mbak Lia untuk membahas cash flow keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk persis di depannya. Dan bila kami terlibat dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak menyadari roknya yang agak tersingkap. Di situlah keberuntunganku. Aku dapat melirik sebagian kulit paha yang berwarna gading. Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sehingga aku berusaha untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. Andai saja roknya tersingkap lebih tinggi dan kedua lututnya lebih terbuka, tentu akan dapat kupastikan apakah bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Bila kedua lututnya rapat kembali, lirikanku berpindah ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Terawat. Ketika aku terlena menatap kakinya, tiba-tiba aku dikejutkan oleh pertanyaan Mbak Lia..

"Theo, aku merasa bahwa kau sering melirik ke arah betisku. Apakah dugaanku salah?" Aku terdiam sejenak sambil tersenyum untuk menyembunyikan jantungku yang tiba-tiba berdebar.
"Theo, salahkah dugaanku?"
"Hmm.., ya, benar Mbak," jawabku mengaku, jujur. Mbak Lia tersenyum sambil menatap mataku.
"Mengapa?"

Aku membisu. Terasa sangat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi ketika menengadah menatap wajahnya, kulihat bola matanya berbinar-binar menunggu jawabanku.

"Saya suka kaki Mbak. Suka betis Mbak. Indah. Dan..," setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.
"Saya juga sering menduga-duga, apakah kaki Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu."
"Persis seperti yang kuduga, kau pasti berkata jujur, apa adanya," kata Mbak Tia sambil sedikit mendorong kursi rodanya.
"Agar kau tidak penasaran menduga-duga, bagaimana kalau kuberi kesempatan memeriksanya sendiri?"
"Sebuah kehormatan besar untukku," jawabku sambil membungkukan kepala, sengaja sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.
"Kompensasinya apa?"
"Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan sebuah ciuman."
"Bagus, aku suka. Bagian mana yang akan kau cium?"
"Betis yang indah itu!"
"Hanya sebuah ciuman?"
"Seribu kali pun aku bersedia."

Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya.

"Dan aku yang menentukan di bagian mana saja yang harus kau cium, OK?"
"Deal, my lady!"
"I like it!" kata Mbak Lia sambil bangkit dari sofa.

Ia melangkah ke mejanya lalu menarik kursinya hingga ke luar dari kolong mejanya yang besar. Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi kursi kerjanya yang besar dan empuk itu, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.

"Periksalah, Theo. Berlutut di depanku!" Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.
"Kau tidak ingin memeriksanya, Theo?" tanya Mbak Lia sambil sedikit merenggangkan kedua lututnya.

Sejenak, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pernah diperintah seperti itu. Apalagi diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tetap tersenyum ketika ia lebih merenggangkan kedua lututnya.

"Theo, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku?" Aku menggeleng lemah, seolah ada kekuatan yang tiba-tiba merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.

Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lia yang meregang. Akhirnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di depannya. Sebelah lututku menyentuh karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masih tersenyum. Telapak tangannya mengusap pipiku beberapa kali, lalu berpindah ke rambutku, dan sedikit menekan kepalaku agar menunduk ke arah kakinya.

"Ingin tahu warnanya?" Aku mengangguk tak berdaya.
"Kunci dulu pintu itu," katanya sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Dan dengan patuh aku melaksanakan perintahnya, kemudian berlutut kembali di depannya.

Mbak Lia menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Pada saat itulah aku mendapat kesempatan memandang hingga ke pangkal pahanya. Dan kali ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Pasti ia memakai G-String, kataku dalam hati. Sebelum paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat melihat bulu-bulu ikal yang menyembul dari sisi-sisi celana dalamnya. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu terlalu kecil untuk menyembunyikan semua bulu yang mengitari pangkal pahanya. Bahkan sempat kulirik bayangan lipatan bibir di balik segitiga tipis itu.

"Suka?" Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku.

Ujung hak sepatunya terasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lalu aku menengadah. Sambil melepaskan sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar penolakan. Aku menunduk kembali. Mengelus-elus pergelangan kakinya. Kakinya mulus tanpa cacat. Ternyata betisnya yang berwarna gading itu mulus tanpa bulu halus. Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah mulai dari atas lutut hingga.., hingga.. Aah, aku menghembuskan nafas. Rongga dadaku mulai terasa sesak. Wajahku sangat dekat dengan lututnya. Hembusan nafasku ternyata membuat bulu-bulu itu meremang.

"Indah sekali," kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.
"Suka, Theo?" Aku mengangguk.
"Tunjukkan bahwa kau suka. Tunjukkan bahwa betisku indah!"

Aku mengangkat kaki Mbak Lia dari lututku. Sambil tetap mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar dapat mengecup pergelangan kakinya. Pada kecupan yang kedua, aku menjulurkan lidah agar dapat mengecup sambil menjilat, mencicipi kaki indah itu. Akibat kecupanku, Mbak Lia menurunkan paha kanan dari paha kirinya. Dan tak sengaja, kembali mataku terpesona melihat bagian dalam kanannya. Karena ingin melihat lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Ketika melepaskan gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Lia mengangkat daguku. Aku menengadah.

"Kurang jelas, Theo?" Aku mengangguk.

Mbak Lia tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lalu telapak tangannya menekan bagian belakang kepalaku sehingga aku menunduk kembali. Di depan mataku kini terpampang keindahan pahanya. Tak pernah aku melihat paha semulus dan seindah itu. Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian dalamnya juga ditumbuhi tetapi tidak selebat bagian atasnya, dan warna kehitaman itu agak memudar. Sangat kontras dengan pahanya yang berwarna gading.

Aku merinding. Karena ingin melihat paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menawan. Di paha bagian belakang mulus tanpa bulu. Karena gemas, kukecup berulang kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan ketika hanya berjarak kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah menjadi ciuman yang panas dan basah.

Sekarang hidungku sangat dekat dengan segitiga yang menutupi pangkal pahanya. Karena sangat dekat, walau tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip membayang di bagian tengah segitiga itu. Kebasahan yang dikelilingi rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil menatap pesona di depan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Tercium aroma segar yang membuatku menjadi semakin tak berdaya. Aroma yang memaksaku terperangkap di antara kedua belah paha Mbak Lia. Ingin kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.
Mbak Lia menghempaskan kepalanya ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sehingga roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha.

"Suka Theo?"
"Hmm.. Hmm..!" jawabku bergumam sambil memindahkan ciuman ke betis dan lutut kirinya.

Lalu kuraih pergelangan kaki kanannya, dan meletakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lia menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lalu ketika ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin mendekati pangkal pahanya, terasa tarikan di rambutku semakin keras. Dan ketika bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, tiba-tiba Mbak Lia mendorong kepalaku.

Aku tertegun. Menengadah. Kami saling menatap. Tak lama kemudian, sambil tersenyum menggoda, Mbak Lia menarik telapak kakinya dari pundakku. Ia lalu menekuk dan meletakkan telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang sangat memabukkan. Sebelah kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang sebelah lagi menjuntai ke karpet.

"Suka Theo?"
"Hmm.. Hmm..!"
"Jawab!"
"Suka sekali!"

Pemandangan itu tak lama. Tiba-tiba saja Mbak Tia merapatkan kedua pahanya sambil menarik rambutku.

"Nanti ada yang melihat bayangan kita dari balik kaca. Masuk ke dalam, Theo," katanya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku terkesima. Mbak Tia merenggut bagian belakang kepalaku, dan menariknya perlahan. Aku tak berdaya. Tarikan perlahan itu tak mampu kutolak. Lalu Mbak Lia tiba-tiba membuka ke dua pahanya dan mendaratkan mulut dan hidungku di pangkal paha itu. Kebasahan yang terselip di antara kedua bibir kewanitaan terlihat semakin jelas. Semakin basah. Dan di situlah hidungku mendarat. Aku menarik nafas untuk menghirup aroma yang sangat menyegarkan. Aroma yang sedikit seperti daun pandan tetapi mampu membius saraf-saraf di rongga kepala.

"Suka Theo?"
"Hmm.. Hmm..!"
"Sekarang masuk ke dalam!" ulangnya sambil menunjuk kolong mejanya.

Aku merangkak ke kolong mejanya. Aku sudah tak dapat berpikir waras. Tak peduli dengan segala kegilaan yang sedang terjadi. Tak peduli dengan etika, dengan norma-norma bercinta, dengan sakral dalam percintaan. Aku hanya peduli dengan kedua belah paha mulus yang akan menjepit leherku, jari-jari tangan lentik yang akan menjambak rambutku, telapak tangan yang akan menekan bagian belakang kepalaku, aroma semerbak yang akan menerobos hidung dan memenuhi rongga dadaku, kelembutan dan kehangatan dua buah bibir kewanitaan yang menjepit lidahku, dan tetes-tetes birahi dari bibir kewanitaan yang harus kujilat berulang kali agar akhirnya dihadiahi segumpal lendir orgasme yang sudah sangat ingin kucucipi.

Di kolong meja, Mbak Lia membuka kedua belah pahanya lebar-lebar. Aku mengulurkan tangan untuk meraba celah basah di antara pahanya. Tapi ia menepis tanganku.

"Hanya lidah, Theo! OK?"

Aku mengangguk. Dan dengan cepat membenamkan wajahku di G-string yang menutupi pangkal pahanya. Menggosok-gosokkan hidungku sambil menghirup aroma pandan itu sedalam-dalamnya. Mbak Lia terkejut sejenak, lalu ia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.

"Rupanya kau sudah tidak sabar ya, Theo?" katanya sambil melingkarkan pahanya di leherku.
"Hm..!"
"Haus?"
"Hm!"
"Jawab, Theo!" katanya sambil menyelipkan tangannya untuk mengangkat daguku. Aku menengadah.
"Haus!" jawabku singkat.

Tangan Mbak Lia bergerak melepaskan tali G-string yang terikat di kiri dan kanan pinggulnya. Aku terpana menatap keindahan dua buah bibir berwarna merah yang basah mengkilap. Sepasang bibir yang di bagian atasnya dihiasi tonjolan daging pembungkus clit yang berwarna pink. Aku termangu menatap keindahan yang terpampang persis di depan mataku.

"Jangan diam saja. Theo!" kata Mbak Lia sambil menekan bagian belakang kepalaku.
"Hirup aromanya!" sambungnya sambil menekan kepalaku sehingga hidungku terselip di antara bibir kewanitaannya.

Pahanya menjepit leherku sehingga aku tak dapat bergerak. Bibirku terjepit dan tertekan di antara dubur dan bagian bawah vaginanya. Karena harus bernafas, aku tak mempunyai pilihan kecuali menghirup udara dari celah bibir kewanitaannya. Hanya sedikit udara yang dapat kuhirup, sesak tetapi menyenangkan. Aku menghunjamkan hidungku lebih dalam lagi. Mbak Lia terpekik. Pinggulnya diangkat dan digosok-gosokkannya dengan liar hingga hidungku basah berlumuran tetes-tetes birahi yang mulai mengalir dari sumbernya. Aku mendengus. Mbak Lia menggelinjang dan kembali mengangkat pinggulnya. Kuhirup aroma kewanitaannya dalam-dalam, seolah vaginanya adalah nafas kehidupannku.

"Fantastis!" kata Mbak Lia sambil mendorong kepalaku dengan lembut. Aku menengadah. Ia tersenyum menatap hidungku yang telah licin dan basah.
"Enak 'kan?" sambungnya sambil membelai ujung hidungku.
"Segar!" Mbak Lia tertawa kecil.
"Kau pandai memanjakanku, Theo. Sekarang, kecup, jilat, dan hisap sepuas-puasmu. Tunjukkan bahwa kau memuja ini," katanya sambil menyibakkan rambut-rambut ikal yang sebagian menutupi bibir kewanitaannya.
"Jilat dan hisap dengan rakus. Tunjukkan bahwa kau memujanya. Tunjukkan rasa hausmu! Jangan ada setetes pun yang tersisa! Tunjukkan dengan rakus seolah ini adalah kesempatan pertama dan yang terakhir bagimu!"

Aku terpengaruh dengan kata-katanya. Aku tak peduli walaupun ada nada perintah di setiap kalimat yang diucapkannya. Aku memang merasa sangat lapar dan haus untuk mereguk kelembutan dan kehangatan vaginanya. Kerongkonganku terasa panas dan kering. Aku merasa benar-benar haus dan ingin segera mendapatkan segumpal lendir yang akan dihadiahkannya untuk membasahi kerongkongannku. Lalu bibir kewanitaannya kukulum dan kuhisap agar semua kebasahan yang melekat di situ mengalir ke kerongkonganku. Kedua bibir kewanitaannya kuhisap-hisap bergantian.

Kepala Mbak Lia terkulai di sandaran kursinya. Kaki kanannya melingkar menjepit leherku. Telapak kaki kirinya menginjak bahuku. Pinggulnya terangkat dan terhempas di kursi berulang kali. Sesekali pinggul itu berputar mengejar lidahku yang bergerak liar di dinding kewanitaannya. Ia merintih setiap kali lidahku menjilat clitnya. Nafasnya mengebu. Kadang-kadang ia memekik sambil menjambak rambutku.

"Ooh, ooh, Theo! Theoo!" Dan ketika clitnya kujepit di antara bibirku, lalu kuhisap dan permainkan dengan ujung lidahku, Mbak Lia merintih menyebut-nyebut namaku..
"Theo, nikmat sekali sayang.. Theoo! Ooh.. Theoo!"

Ia menjadi liar. Telapak kakinya menghentak-hentak di bahu dan kepalaku. Paha kanannya sudah tidak melilit leherku. Kaki itu sekarang diangkat dan tertekuk di kursinya. Mengangkang. Telapaknya menginjak kursi. Sebagai gantinya, kedua tangan Mbak Lia menjambak rambutku. Menekan dan menggerak-gerakkan kepalaku sekehendak hatinya.

"Theo, julurkan lidahmuu! Hisap! Hisaap!"

Aku menjulurkan lidah sedalam-dalamnya. Membenamkan wajahku di vaginanya. Dan mulai kurasakan kedutan-kedutan di bibir vaginanya, kedutan yang menghisap lidahku, mengundang agar masuk lebih dalam. Beberapa detik kemudian, lendir mulai terasa di ujung lidahku. Kuhisap seluruh vaginanya. Aku tak ingin ada setetes pun yang terbuang. Inilah hadiah yang kutunggu-tunggu. Hadiah yang dapat menyejukkan kerongkonganku yang kering. Kedua bibirku kubenamkan sedalam-dalamnya agar dapat langsung menghisap dari bibir vaginanya yang mungil.

"Theoo! Hisap Theoo!"

Aku tak tahu apakah rintihan Mbak Lia dapat terdengar dari luar ruang kerjanya. Seandainya rintihan itu terdengar pun, aku tak peduli. Aku hanya peduli dengan lendir yang dapat kuhisap dan kutelan. Lendir yang hanya segumpal kecil, hangat, kecut, yang mengalir membasahi kerongkonganku. Lendir yang langsung ditumpahkan dari vagina Mbak Lia, dari pinggul yang terangkat agar lidahku terhunjam dalam.

"Oh, fantastis," gumam Mbak Lia sambil menghenyakkan kembali pinggulnya ke atas kursinya.

Ia menunduk dan mengusap-usap kedua belah pipiku. Tak lama kemudian, jari tangannya menengadahkan daguku. Sejenak aku berhenti menjilat-jilat sisa-sisa cairan di permukaan kewanitaannya.

"Aku puas sekali, Theo," katanya. Kami saling menatap. Matanya berbinar-binar. Sayu. Ada kelembutan yang memancar dari bola matanya yang menatap sendu.
"Theo."
"Hm.."
"Tatap mataku, Theo." Aku menatap bola matanya.
"Jilat cairan yang tersisa sampai bersih"
"Hm.." jawabku sambil mulai menjilati vaginanya.
"Jangan menunduk, Theo. Jilat sambil menatap mataku. Aku ingin melihat erotisme di bola matamu ketika menjilat-jilat vaginaku."

Aku menengadah untuk menatap matanya. Sambil melingkarkan kedua lenganku di pinggulnya, aku mulai menjilat dan menghisap kembali cairan lendir yang tersisa di lipatan-lipatan bibir kewanitaannya.

"Kau memujaku, Theo?"
"Ya, aku memuja betismu, pahamu, dan di atas segalanya, yang ini.., muuah!" jawabku sambil mencium kewanitaannya dengan mesra sepenuh hati.

Mbak Lia tertawa manja sambil mengusap-usap rambutku.



Cerita Seks Dewasa - tante Ira Beby dan Sumirah..

Cerita Seks Dewasa - tante Ira Beby dan Sumirah



Akhir pekan ini aku uring-uringan banget, abis Beby pacarku 3 bulan terakhir ini, kayanya ada gejala menjauhi aku… beberapa kali kupergoki jalan sama Teddy anak arsitek itu… en beberapa kali kutelpon selalu maminya bilang kaga’ ada, malah tante Ira mami si Beby bilang,

“Udah, kalo mau main dateng aja…ntar juga pulang, tungguin aja Bon…” kata tante Ira lembut.

Nggak tau Jack… malem ini, angin apa yang niup mobilku buat parkir di depan rumahnya.. pikir-pikir asyik juga kok ngobrol sama tante Ira… biar kata udah 40 tahun tapi bisa ngobrol gaya anak muda.. itu aja dasar pemikiranku…

“Eeeeeiiiii…. anak muda… gitu dong apelin tante sekali-sekali…” sambut tante Ira ramah banget. Coca cola dingin yang disajikan si Sum babu centil itu hampir tandas, tante Ira nggak muncul-muncul katanya mau ganti baju dulu. Akhirnya kusosot habis juga minuman itu setelah kuputuskan mau jalan aja…

“Bonny… naik aja, ngobrol di atas aja yuuk..” kudengar panggilan tante Ira dari lantai atas, dilantai atas memang ada ruangan yang dibikin home theatre… beberapa kali kusetubuhi Beby di ruangan itu sambil nonton BF… tentu saja waktu nggak ada tante Ira. Benar saja tante Ira sudah menunggu di ruangan itu… busyyyeett.. tau nggak Jack… aroma parfum mahalnya semerbak lembut memenuhi ruangan itu… dan yang bikin biji mataku hampir meloncat keluar pakaian yang dipakai doi… gaun panjang transparant, mirip gaun tidur, aku yakin tante Ira nggak pake daleman alias BH en celana dalem, sebab di bagian itu bakal kelihatan bayangannya kalo doi pake… agak canggung juga pada awalnya, palagi ketika tante Ira menumpangkan kaki satunya di kaki yang lain, pahanya kebuka, ternyata gaun itu berbelahan samping sampai ke pinggang. Tapi gaya ngobrolnya yang santai membuatku agak santai juga walaupun mata ini lebih sering menatap karpet atau langit-langit rumah, sebab menatap kedepan yang kutemui kalo nggak paha panjang berkulit mulus, atau buah dada montok dengan puting susu yang tercetak jelas di balik kain transparant itu.

“Kamu kenapa siih… kaya orang kedinginan…” tegurnya melihatku yang salah tingkah.

“Iya tante ACnya dingin banget…” jawabku asal kena, tapi memang di ruangan itu kurasakan dingin sekali.

“Tante punya minuman sampagne, mau kamu Bon…? lumayan buat anget-anget…” Katanya sambil membuka kulkas di sudut ruangan… wooow… ketika kulkas terbuka aku menyaksikan silhoutte tubuhnya yang terbentuk karena sinar terang dari dalam kulkas menghilangkan bayangan kain transparant. body yang sempurna dan memastikan perkiraanku bahwa tubuh berbody gitar ini tanpa pakaian dalem, bahkan kulihat bayangan rambut kemaluannya, karena tante Ira berdiri agak mengangkang, agak lama juga kunikmati pemandangan ini.setelah menuangkan minuman dijatuhkannya pantat montoknya di sebelahku.

“Ayo anak muda, demi kehangatan tubuh…” kata tante Ira sebelum kita toast…. kuteguk setengah gelas sampagne,… busyet… doi segelas disikatnya sampagne itu tandas… kuikuti aja toh rasanya enak nggak kaya minuman keras lainnya… nggak lama gelasku penuh lagi, karena tante Ira menuangkan lagi minuman enak itu… sampai beberapa kali.

“Gimana Bon..? sudah hangat tubuhmu…?” tanya Tante Ira.

“Iya tante apalagi deket tante… jadi hangat…” Aku tak menduga jawabanku menjadi kacau begitu, tapi aku heran tante Ira malah ketawa geli dan tubuhnya makin mepet ke tubuhku.

“Kamu pikir tubuh tante ini kompor, bakal ngangetin masakan…? kamu deket tante aja hangat, apalagi nempel pasti mendidih… hi… hi… hi…” kepalaku yang mulai pusing akibat minuman, makin pusing aja sebab toket montoknya dengan kekenyalannya menempel ketat di dadaku, sementara kepalaku diusap-usapnya manja.

“aduuhhh… kalo ini sih nggak mendidih lagi, tubuh tante bagai kompor listrik yang rusak… jadi bikin korsleting…” jawabku ngawur. Tante Ira ketawa ngakak… jari jemarinya yang indah menelusup dan menggelitik masuk ke dadaku, matanya bersinar binal menatap wajahku dengan gemas. Kesadaranku mulai goyang, entah kapan mulainya tahu-tahu di layar lebar home theatre itu sudah terpampang adegan mesum dari film BF, dan baju hemku sudah terbuka seluruh kancingnya sehingga dadaku terbuka lebar… uuiihhh… buah dada tante irapun sudah terbuka sebelah dan kini menggesot-gesot dadaku… entah siapa yang memulai, bibir kami berpagutan, lidah tante Ira menggeliat liar melata masuk ke mulutku, membelit lidahku dan dengan gemas kuremasi buah dadanya yang ternyata memang mengkal menggemaskan.

“kamu nakal Bonny… harus diajar sopan…” desisnya sambil diremasinya selangkanganku, bahkan dengan lincahnya ikat pinggangku berhasil dilolosinya dan mencuatlah kejantananku dari balik celana jeansku.

“Iiiihhh… kamu malah nantangin ya…?” celoteh tante Ira disela-sela dengus nafasnya yang memburu penuh nafsu, sambil meremasi kontolku yang sudah setengah ngaceng… dadaku diciumi dan dijilatinya, aku menikmati aksi itu sambil tanganku tak lepas meremasi buah dadanya yang memang montok dan kenyal, sesekali kupelintir-pelintir puting susunya…. wow… alamak… berbarengan dengan adegan di film, tante Ira kini juga sedang mengulum dan menjilati kepala kontolku, membuatku menggeliat dan mengeram penuh kenikmatan, kulihat wajah tante Ira berbinar senang melihat ekspresiku merespon aksinya, sesekali batang kemaluanku yang sudah 100% ngaceng ini ditimang-timangnya dengan ekspresi wajah gemas penuh nafsu…

“Mmmm… mantap sekali Bonn… tante suka yang macam begini…” sejenak dikocok-kocoknya batang kemaluanku dan kembali dikemotnya.

“Iiiihh… keras banget Bon… gede lagi… tante jadi ngeri dehh… mmmm… ccllp… clpp” kuamati saja tingkah wanita setengah baya ini sambil kunikmati aksi oral sexnya yang canggih.

“Boon… tante juga mau digituin…” rengeknya manja sambil berdiri, langsung saja kusergap selangkangannya karena dengan aku duduk di sofa rendah itu wajahku tepat di depan bukit vaginanya yang di selimuti rambut subur tercukur rapi.

“Aiiihh..! kamu nggak sabaran deh…” protesnya centil, namun selanjutnya dengan posisi berdiri tante Ira mengatur posisinya dengan lihay, kaki kirinya ditumpangkan di sandaran sofa, sehingga wajahku tepat diantara selangkangannya.

Wuuiiihhh… tercium semerbak bau harum, begitu selangkangan tante Ira mengangkangi wajahku, entah parfum merek apa yang memproduksi parfum memek… segera aku beraksi menunjukkan kecanggihan oral sexku… kudaratkan ciuman dan jilatanku ke seputar bukit vagina yang sudah menggembung gemuk akibat gairah seks yang meningkat.

“Booonnn… geliii doong sayaang… iiihhh… kamu nakal banget….” tante Ira mulai gemas karena lidah dan bibirku belum juga singgah di tempat yang dimauinya… pinggulnya bergerak gemulai mencari titik kenikmatan.

“Eiiihhh…! yaaa… Bonny… disituuu… nikmat banget Booonnn…” celoteh tante Ira, begitu ujung lidahku menyambar clitorisnya yang mengintip malu-malu… Rupanya tante Ira bukan seorang yang penyabar… rambutku direnggutnya sehingga kepalaku terkunci dan dengan mengerang-erang histeris dibesot-besotkanya clitorisnya kemulutku…

“Hiiiii…! kamu nakal Booonn… hhooo… inii nikmaatnya bukan maenn… sayaang..sssshhhh…” volume suara tante Ira makin meninggi sehingga lebih mirip teriakan… Pada suatu kesempatan, butir clitoris yang makin mengeras itu kukulum lembut dengan bibirku, kusedot-sedot lembut sambil lidahku mengusap-usap mesra…akibatnya sungguh hebat.. diiringgi lenguhan panjang, tubuh sintal tante Ira mengejang…

“Uuuuuuunnnggghhh….! Boooonn… kamuu pinteeerrr dehhh…!! ooooowww…!!” sebuah ekspresi khas wanita mencapai orgasme ditunjukkan oleh tante Ira, tubuhnya menggelejat, bagai tak terkontrol…

“Iiiihhh… tak kusangka… kamu pinter mainin tubuh perempuan… bocah ganteng…” bisik tante Ira sambil menggelendot manja di pangkuanku, setelah disambar badai orgasme…

“Tapi saya yakin tante jauh lebih pinter dari saya, makanya saya pingin diajarin…” jawabku sambil sesekali kukecupi bibir manisnya.

“Eeeh… kamu percaya nggak sih… dengan oral sex, jarang banget tante bisa orgasme, seumur-umur bisa dihitung jari deh…ini siiihh… bibir kaya begini ini yang bikin tante lemes sebelum tempuuurr…” bibirku dijewer mesra… matanya menatap bibirku penuh hasrat birahi, sampai bibir manis yang setengah terbuka itu gemetar menahan gemas… akhirnya dengan penuh luapan birahi, bibirku dilumatnya habis-habisan… kembali dengus nafas betina tante Ira menderu, menuntut penuntasan. Tubuh sintal yang duduk mengangkangi pangkuanku itu bembesot-besotkan buah dada mengkalnya ke dadaku dan menggoser-goserkan bukit vaginanya ke batang kemaluanku… wajahku habis dihujani ciuman penuh birahi… serta leherku dikecupinya denga liar, terasa celekat-celekit di seputar kulit leherku… pantat montoknya yang bergerak gemulai, kuremasi dengan gemas… jari tengah dan telunjukku merambah liang sanggama tante Ira yang ternyata sudah kembali licin dan kurasakan kembang kempis seolah menanti mangsa.

“Boonny… c’mon baby… kita mulai permainan yang sesungguhnya… tante siap menghajar si bontot yang bongsor ini…” bisik tante Ira sambil meremasi batang kemaluanku yang ready combat. Dengan posisi tetap saling berhadapan, tante Ira mengangkang di pangkuanku… batang kemaluanku

dituntun ke liang cintanya yang sudah menganga menanti mangsa… bibir manis tante Ira bergerak-gerak ekspresif mengiringi usahanya menjejalkan batang kemaluanku ke liang sanggamanya, ujung batang kemaluanku digesek-gesekkan ke bibir vaginanya sambil sedikit demi sedikit ditekan.

“Si bontotmu bandel banget… susah disuruh masuk…” bisik tante Ira.

“Punya tante kelewat rapet siih..” jawabku

“Bisa aja kamu, si bontot ini yang kegedean…” sahut tante Ira sambil menggigit bibir bawahnya dengan alis mengerinyit… ketika kurasakan kepala kontolku sudah amblas di jepitan liang sanggama tante Ira… ketika batang kemaluanku masuk setengahnya… kembali ditarik keluar… kemudian masuk lagi, begitu beberapa kali diulang-ulang dengan hati-hati dan aku nggak boleh bergerak oleh tante Ira, ternyata akhirnya habis juga batang kemaluanku ditelan liang sanggama tante Ira… pinggul montok tante Ira mulai bergerak dengan mata setengah terpejam serta bibirnya mendesis lirih… besutan perdana otot vagina tante Ira pada batang kemaluanku sangat nikmat, kurasakan seperti pijitan bidadari… gerakan pinggul tante Ira makin cepat dan makin kuat dan pijitan bidadari itupun semakin menjadi-jadi nikmatnya, aku masih belum mengadakan counter attack… kulampiaskan kenikmatan ini pada sepasang payudara montok yang bergerak-gerak di depan wajahku, kukulum dan kusedot bergantian sepasang puting susu berwarna coklat gelap yang mencuat keras.

“Hooo..! hhooo..! hhh…hhh… nikmat bukan main Booonnn.! oooohhh..!” kembali volume suara tante Ira meninggi… dan makin tinggi..mendorongku untuk menyambut goyang gemulai pinggul tante Ira, kuayunlah pinggulku… sekali, dua kali, tiga kali…dan ke delapan kali ayunan pinggulku…

“Ooooww..! yaa..! yaa..! oooo… my God..! Booonnny..! tante…nggak…tahaaann..!” Suara tante Ira atau lebih tepat disebut teriakan, terdengar parau.Wajah manis tante Ira menegang… bibirnya gemetar… giginya terdengar gemerutuk, cengkeraman tangannya pada pundak dan pinggangku mengencang sehingga kurasakan kuku-kuku jarinya yang panjang menembus kulitku… Tepat pada ayunan pinggulku yang ke sepuluh…

“Aaaaaaaakkkkkkhhhh…..! ya ammppuuunn Boooooonnnyy…!” Teriakan panjang itu mengiringi tubuh sintal Tante Ira sejenak meregang kuat, kemudian menggelejat liar, bagaikan sekarat… ayunan pinggulku kupercepat dan kuperkuat, sehingga terdengar suara ceprat-ceprot dari selangkangan kami… Sesaat kemudian tubuh sintal yang bergerak liar itu menelungkup lunglai di atas tubuhku.

“Terus..kan.. jangan hhh…berhenti…hh..hh Bon… ganti..an tante di..di bawahh… gilaa lemesss bangeth..hh..hhh” bisik tante Ira ketika aku menghentikan ayunan pinggulku… kulihat betapa lunglai tubuhnya.. Kurebahkan tubuh tante Ira di karpet…

“Ayo sayaang.. masukin lagi, hajar tante sepuasmu…” walau dengan suara lirih tapi nadanya penuh tantangan… membuatku bersemangat lagi dan kembali batang kemaluanku menyungkal selangkangan tante Ira…

“Iiihh.. letoy amat siiihhh…” cela tante Ira ketika dirasakan sodokan kontolku setengah-setengah… akupun meningkatkan speed dan power

“Eh..Eh..hhhh… Tante… ya…kin kamu bisa lebih kuat… lagi Boon…” walau dengan kondisi lunglai dan pasrah, kata-kata tante Ira masih bernada tantangan dan membuatku agak panas juga…kuperkuat dan kupercepat rajaman kontolku menghajar liang sanggama tante Ira.

“Aaaihh..! gilaa… hhhooo… sss… ayyyoo Booonn… lebih dalammm..!”Dengan celotehnya yang aneh, kata-katanya keras penuh tantangan,namun rengekannya bernada memelas dan memilukan, entah bagaimana yang dirasakan tante Ira… yang jelas kubaca ekspresi wajahnya nampak menahan sesuatu… entah sakit atau enak dan tubuh sintalnya kembali menggeliat-geliat tak beraturan

“Ooooohhh…! ooooww…! C’mooon baby… jangan letoooyyy… keras… keras…! yaa.. lebih keraaaasss…Oooouugghh..!”akhirnya aku tak peduli lagi… kujawab tantangan tante Ira, dimana kini aku sudah tanpa ampun menghajar liang selangkangan yang terkangkang lebar… kukerahkan seluruh kemampuanku untuk menambah kekuatan dan kecepatan ayun batang kemaluanku keluar-masuk liang sanggama Tante Ira, walaupun kulihat air mata Tante Ira bercucuran bercampur keringat dengan gigi menggigit kencang ujung sprei, walaupun begitu suara celotehnya tak berubah…ditingkahi rengekan yang mirip suara tangis…

“Ampppuunn..! oohh.. oooww.. oooouugght..!! ” game point akhirnya tercapai dengan kuberi score 3 orgasme untuk tante Ira, sedangkan pointku 1 kumuntahkan spermaku yang hampir 3 minggu mengendap, ke buah dada tante Ira dan matanya yang nanar menatap dengan saksama proses menyemburnya spermaku yang sangat kental di permukaan kulit buah dadanya yang putih mulus.

“Sss…oooohhh.. iiihhh kental banget Boon…sampe lengket ” desis tante Ira ketika dengan tangannya mengusap ceceran pejuhku merata ke permukaan tubuh bagian depannya..

“Boon..nny… tante lemes banget nih… nggak bisa bangun… tolong dong ambilin air es di bawah…” suara tante Ira kudengar lirih dan agak serak, kulihat wajahnya pucat pias dengan sorot mata yang nampak kuyu kehabisan tenaga… tubuh sintal yang mulus tampak berkilat oleh basahnya keringat dan pejuhku… tergolek telentang tak berdaya di karpet ruangan. Ketika aku sedang memilih botol air mineral yang paling dingin di dalam kulkas, telingaku menangkap suara aneh… kucari arah suara sayup-sayup itu… ternyata dari arah dapur di balik dinding ruang makan ini… karena penasaran kucari pintu ke arah dapur… kudapatkan lubang penghubung dari dapur ke ruang makan yang biasa untuk lewat makanan… dengan sedikit mengendap-endap, kudapatkan sumber suara itu… edaann..! gimana nggak edan..? kalian tahu broer… Sumirah… pembokat tante Ira, sedang nungging di meja dapur dengan tubuh bagian bawahnya telanjang, sambil merintih-rintih sendiri… tau nggak lagi ngapain do’i..? lagi masturbasi jack..! gue bilang edan, karena masturbasinya pake dildo alias kontol mainan, dapet dari mana pula si Sum ini… Gila… ngaceng lagi ngeliat gaya si Sum… eh gue ngga nyangka tubuh pembokat ini begitu mulus, kulihat dari pantatnya yang bulat dan bahenol itu sangat mulus bersih… aahh sial aku harus balik ke atas tante Ira pasti nunggu minumannya..

dengan rasa sayang kutinggalkan pemandangan langka di dapur. Di ruang Home Theatre kulihat posisi tubuh tante Ira tak berubah, telentang bugil di karpet ruangan… ternyata si tante tidur pulas banget, berkali-kali kugoyang-goyang tubuhnya sambil kupanggil namanya, bergerakpun enggak… iih.. kaya’ mati tidurnya… tiba-tiba kuingat sesuatu.. langsung aku cabut lagi kebawah… tau dong ente broer… kuintip lagi adegan di dapur… asyiik masih lanjut.. langsung aku menuju pintu dapur dengan langkah hati-hati… Si Sum terjingkat kaget ketika tahu-tahu aku sudah di ruangan dapur.. dengan wajah merah padam perempuan muda ini gugup berusaha menutupi bagian-bagian tubuh bahenolnya yang telanjang… he..he.. rok bawahannya ada di bawah kakiku… akhirnya dengan dengan kain lap piring do’i tutupin selangkangannya yang sempat kulihat jembutnya sangat subur membentuk segitiga kebawah..

“Eeehh… terusin aja Sum.. gue cuma pengen nonton aja… atau mau gue bantuin…” kataku sambil cengengesan… sambil kudekati tubuh bahenol yang meringkuk mojok… mendengar gurauanku rupanya cukup menenangkan hati si Sum yang aku yakin pasti kaget, malu jadi satu

“Mas Bonny, bikin kaget… sih.. nakal banget..” sahutnya lirih, sambil beringsut mengambil rok bawahannya.

“Mau bantuin malah dikatain nakal, gimana siih..?” selakku sambil kuikuti langkahnya…

“Kalo mau bantu… ya nggak disini..” sahutnya dengan suara setengah-setengah, namun matanya mengerling menantangku dengan isyarat ajakan, sebelum kabur keluar dari dapur… Dugaanku tepat do’i masuk kamarnya, dan dugaanku tepat lagi ketika kubuka, pintu kamar itu tak dikuncinya… sengaja… kulihat si Sum tengkurap di ranjang. Aku benar-benar sudah mata gelap… semenjak kontolku dibikin ngaceng oleh aksi masturbasinya tadi, aku naik ke ranjangnya… kusingkap rambut yang menutupi tengkuknya dan kukecupi tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus… tubuh bahenol si Sum bergidik karena ulah nakalku…

“Mas Boonny… gangguin orang aja siih…” Sum merengek manja, namun tak berusaha menghindari kecupan-kecupanku di tengkuknya, malah kuarahkan kecupan dan jilatanku ke punggungnya yang berkulit bersih, setelah kupelorotkan blouse merahnya. Sumirah perempuan 27 tahun bertubuh sedang, badannya subur, namun tak bisa dibilang gemuk, lebih tepatnya bahenol… karena memang kemontokkan payudaranya sedikit di atas rata-rata, dan perempuan ini memiliki pinggang yang cukup ramping, ditopang pantatnya yang bulat serta kemontokan tubuh bagian ini juga agak di atas rata-rata. Wajah..? tidak mengecewakan, bahkan jika didandanin… nggak kalah deh sama Jihan Fahira. kelebihan lain si Sum, adalah genit dan centilnya yang minta ampun… paling nggak tahan melihat lelaki tinggi gede dengan kumis dan jambang dicukur kasar dan tubuhnya banyak bulu.

“Lubangmu udah basah aja siih..” tanyaku setelah jari tengahku merasakan licinnya liang sanggama si Sum.

“Iiihh.. ya jelas dong… seandainya di dapur tadi mas Bonny nggak gangguin, saya udah dapet lho…”

“Ntar gue gantiin 5 kali lipet… langsung gue masukin aja ya..?”

“Saya takut sama nyonya lho mas..”

“Do’i pules banget tidurnya… makanya cepetan gue masukin ya..?..” kataku sambil kusodok-sodokkan kontolku ke selangkangannya.

“Iiiihh ngeriii… gede bangeethh…” desis Sum centil, ketika batang kemaluanku bagai ular merayap di sela-sela pahanya yang masih merapat…

“Gue tanggung bakal mantap deeh…” kataku meyakinkan, sambil tak henti-hentinya tanganku meremasi payudara Sum yang sudah mengembang dan mengeras…

“Sssshhhh…. mas Bonny… asal bikin Sum… puaaas kaya nyonya ….” rengeknya manja sambil menggeliat gemas merasakan nakalnya kuluman bibirku pada puting susu kirinya… Sum mulai membuka pahanya, kubesut-besutkan batang kemaluanku yang sudah membengkak itu ke bibir vagina si Sum… wooow… si Sum mulai membalas seranganku… dihujaninya leher dan dadaku dengan kecupan dan gigitannya… jari-jari tangannya meremasi otot punggungku.

“Eeehhh… hhh… nngghh… maaasss… Sum udaah nggaakk tahann…” rengek Sum di sela-sela dengus nafasnya yang tak beraturan… aku tahu apa yang diinginkannya, tanpa dikomandoi kami segera pasang posisi…. Sum menekuk kedua kakinya yang mengangkang ke atas, sampai lututnya menyentuh payudara, sehingga bukit vaginanya tengadah ke atas dan bibir vagina yang berwarna merah segar dan basah, tampak merekah bergerak kembang kempis seolah menantangku… sejurus kemudian jari-jari lentiknya melebarkan bibir vagina tersebut… giliran aku sekarang yang nggak sabar… dengan posisi setengah berlutut kujejalkan kepala batang kemaluanku kesasarannya… seperti yang sudah kubayangkan… liang sanggama si Sum tak muat dijejali kepala kontolku… lagi-lagi aku diharuskan sabar… apalagi kulihat si Sum meringis kesakitan ketika kucoba memaksakan kepala kontolku untuk menembus liang sanggamanya… maka kugunakan cara yang dipake tante Ira tadi…

“Oookh..! maaass…! sa..sakkiiit…” keluh si Sum memelas… dengan ekspresi meringis menahan sakit, ketika kepala kontolku berhasil menembus masuk.

“Tahan Suum… hhh…” keringat berhamburan dari pori-pori tubuh kami, dalam upaya penembusan di pintu nikmat…akhirnya diiringi rintih sakit dan usaha keras… amblas jugalah batang kemaluanku di liang becek di tengah selangkangan si Sum… kudengar si Sum membuang nafas lega dan menjatuhkan kepalanya ke ranjang… sesaat kemudian si Sum menyatakan siap tempur, aku memulainya dengan meludahi arena pertempuran, untuk membantu pelumasan.

“Ooohk.. pelan maass…sss ho’ooo iyaaahh..” pelahan tapi pasti, kesulitan mulai berkurang dan sedikit demi sedikit kenikmatan mulai terasa…dibandingkan dengan postur tubuhku, tubuh si Sum nampak kecil… tapi tubuh kecil si Sum ternyata menyimpan energi luar biasa, dan tak kusangka ternyata tubuh bahenol ini sangat lihay memainkan jurus-jurus goyang dan geol yang cukup menunjukkan bahwa si Sum ternyata berpengalaman ngeladenin syahwat lelaki… semua variasi geraknya memberikan kenikmatan untukku… sementara si Sum sendiri terbaca dari ekspresi wajah dan gerak maupun ekspresi suaranya, sangat menikmati serangan olah sanggamaku

“Heh… hh.. heh… mas Boo..nny Sum ndak bisa nahan lebih lama… barenggiin yaa..? tahhan… maass… hajar lebih daleemm lagi…” Ekspresi wajah dan gerak si Sum mulai gelisah… kubaca kondisi ini dan keluarlah aji pamungkasku… kedua tangan Sum kutekan ke ranjang sehingga terkunci nggak bisa bergerak lalu dengan kedua kakinyapun kubuat terbatas gerakannya… mulailah ayunan pinggulku kupercepat dan kuperkeras… kepala batang kemaluanku merajam tanpa ampun dasar liang sanggama Sum dengan kecepatan semakin tinggi dan hajaran semakin keras…akibatnya… tanpa dapat ditahan tubuh bahenol Sum menggelejat liar melepas orgasme.

“Oooowwwhhhh..mas…mas…massss Boonn..nnyy.. nnnggghhh…!” lenguhan panjang mengiringi lepasnya kenikmatan seksual seorang wanita… aku masih stabil mengayun dengan hi speed dan hi power…. dengan posisi tetap terkunci kulihat kembali wajah Sum menegang dengan mata membelalak menatapku seolah takjub…

“Ooooww…! hoooohhh… maaaassss… Suumm dapettt lagggggiii!” tubuh bahenol si Sum kembali kelojotan hebat disambar orgasme keduanya… pada saat itu si Sum masih berusaha menundukkan kesaktian kejantananku dengan menggeol pinggul sejadi-jadinya.

“Woooohhh…! ayooo… keluariiin… mmaass..hhhhiihh..!” seru si Sum dengan wajah penasaran… liang sanggama yang semula seret dilalui batang kemaluanku, kini terasa licin dan begitu loncer, sampai mengeluarkan suara ceprat-ceprot, karena membanjirnya cairan vagina si Sum akibat dua kali orgasme.

“Gimana Sum..? hhh… masih pingin dapet lima kali..” tanyaku sambil masih mengayun kemaluanku memompa liang sanggama si Sum yang semakin becek.. kali ini ayunanku tak sekencang dan sekuat tadi.

“Ngghh… bisa semaput mungkin… wih.. wih mas Bonny kaya badak… kuat banget…” jawab si Sum sambil mengulumi puting susuku dan kurasakan pinggulnya bergerak lagi.

“Maass… ntar pejuhnya keluarin di sini yaa..?” kata si Sum sambil menjulurkan lidah panjangnya.

Sekali lagi tubuh si Sum menggelepar gila disambar orgasmenya yang ketiga, dan kira-kira 2 menit kemudian saatkupun tiba… kuhajar liang sanggama si Sum dengan kejamnya, menjelang muncratnya sang bubur sumsum… dengan gerakan yang sangat kompak dalam mengatur posisi… akhirnya muntahlah lendir syahwatku ke rongga mulut si Sum dan disambut dengan sangat rakus oleh wanita berbody bahenol ini, bahkan disedot-sedotnya batang kemaluanku sampai benar-benar kering spermaku.

“Iiih… mas Bonny ternyata jagoan ngentot lho… seumur-umur baru sama mas Bonny ini Sum bisa keluar berturut-turut… iiiihhh… ngeriii deeh..”kata si Sum menyatakan kekagumannya, sambil menyisir rambut hitamnya didepan cermin.

“Kenapa kok ngeri…?” tanyaku sambil mencari kemana jatuhnya celana dalamku.

“Kalo ketagihan gimana…? enaak banget siih..” si Sum membungkus tubuh bahenolnya dengan handuk.

“Selama pusaka gue masih bisa ngaceng, lu pingin dapet enak berapa kali gue kasiih..”sahutku sambil mengenakan celanaku.

“Iiiihhh… dasar lelaki… ngomongnya doang… kaya mas Bonny ini, pertama anaknya disosot, terus nyokabnya digagahi pula… eh.. eh… babunyapun dihajar juga..!” kata si Sum sambil ketawa genit.

“Sialan lu… siapa suruh mengumbar memek sembarangan. Eh… Sum lu punya kontol-kontolan beli dimana lu…?”

“Oooohh.. dari nyonya, dulu Sum pacaran sama Supar tukang siomay… ketahuan nyonya, saya lagi dientot di garasi… nyonya takut Sum meteng… lalu Sum dilarang pacaran sama Supar…”

“Hubungannya ama kontol mainan itu apa..?”

“Sum bilang, kalo 3 hari nggak dientot lelaki, Sum suka pusing dan uring-uringan… terus itu dikasih mainan itu sama nyonya… lumayan bisa dipake kapan saja Sum pengen…” Celoteh Sum sambil menimang-nimang dildo pemberian tante Ira…Tepat jam 24.00 gue balik ke ruangan Home Theatre… kulihat tubuh tante Ira masih belum berubah posisinya… benar-benar pulas tidurnya, Gue duduk di sofa sambil menikmati Coca cola kaleng yang gue bawa dari bawah… duduk di ruangan ini gue jadi inget waktu hubungan gue ama Beby lagi hot-hotnya… di ruangan ini pula pertama kali gue setubuhin tubuh montok Beby… setelah kena gue bo’ongin…gue inget itu setelah 2 minggu gue resmi macarin do’i…

“Beb… nonton VCD aja yuuk… gue baru dapet kiriman dari Anto’ temen gue yang di Amrik…” Setelah hampir 2 jam ngobrol berdua di ruang tamu.

“Ah elo, udah bosen ya ngobrol ama gue? ditonton di rumah kenapa..?” Sahut Beby sengit.

“Beby, karena gue pengin nonton berdua ama lu… gue rasa lu juga suka…”

“Iiih sok tau deeh… emang lu tau film kesukaan gue….? ayyooo deh sayyyaangg… gitu aja ngambek..” Beby bangkit dari duduknya sambil merapikan blouse dan roknya yang sempat gue bikin lecek saat session peluk, remas dan cium selama setengah jam… yang akhirnya bikin gue horny berat berkepanjangan… udah gue niatin bahwa malam ini, gue harus bisa meranjangkan Beby… bosen aja lebih sepuluh malem gue dibikin horny lewat peluk, cium dan remasan-remasan di ruang tamu rumahnya… nggak tuntas friend… kalo nggak nyokabnya lewat, si Sum sambil nyeletuk jorok…

“Oooh my God… lu tau aja Bon film kesukaan gue…” bisik Beby yang duduk di sebelah gue.. setelah seperempat jam film terputar…

“Itu salah satu bentuk perhatian gue ke orang yang gue sayang…” sahutku spontan… padahal sungguh mati tau juga enggak kalo Beby suka film-film yang agak jorok, seperti film VCD yang gue pinjem dari Tedjo temen gue.

“Cuma gue nggak tau kenapa lu suka dengan film begini Beb..?” tanya gue lembut.

“Karena gue kepengin jadi cewek dalam film itu..” jawab Beby dengan suara mendesah, gue menangkap nyala gairah dalam kerling matanya yang sekejap menyambar mata gue… gue tangkap isyarat itu… gue peluk tubuh Beby dengan lembut…” Gue akan mewujudkan apa yang lu pingin…” Sahutan gue segera disambutnya dengan ciuman bibir yang hangat… bibir kami berpagutan dengan gairah yang mulai menggelegak, lidah dalam rongga mulut kami saling belit dengan liar… gue rasain desah nafas Beby mulai tak beraturan,

tangan gue mulai gerayangan masuk kebalik blouse Beby, tubuh sintal Beby menggeliat dan mendesah lirih ketika tangan gue mengelus kulit pinggangnya dan bergerak menggelitik punggungnya, kembali tubuh sintal ini menggeliat resah mendesak ketubuh gue disertai remasan gemas pada otot punggung gue… gue ngerasain kekenyalan payudara montok gadis berdarah Menado ini… sekali sentil lepaslah kaitan BH berukuran 36B di punggung Beby…

“Oooohhh… Boonnyy…” desahnya lirih dengan mata setengah terpejam

“Sayaangg…” sahut gue pendek

“Lu bandel…” katanya sambil merenggut T-shirt gue lepas dari tubuh… dan gue juga ngelakuin hal yang sama…. mata gue nanar ngeliat kemulusan tubuh atas Beby yang baru kali ini gue liat seutuhnya, payudaranya yang montok nampak mengkal mengeras dengan puting susu berwarna merah tua tampak mencuat ke depan… Gila bener gue ga’ sabar friend… gue sosot aja langsung puting susunya sebelah kiri….gue mainin lidah gue disitu.

“Ooooww.. my god… Bonnny lu emaaangg bandelll…” tubuhnya menggerinjal keras. posisi tubuh Beby kini duduk mengangkang di pangkuan gue, saling berhadapan… Tubuh indah Beby hanya terbalut CD mini berwarna hitam… ooo… friend tangan gue kaya nggak bosen ngeremesin payudara indah Beby yang sangat montok dan kenyal bak karet… gue yakin ekspresi wajah Beby menunjukkan rasa kenikmatan… dan gue juga yakin do’i pasti suka… sebaliknya dengan liar do’i membalas dengan ciuman-ciuman yang variatif pada leher dan muka gue… dada bidang gue tak lepas dari remasan atau lebih tepatnya cakaran jari jari lentik berkuku panjang itu.. nafas betinanya mendengus tak beraturan… tangan gue mulai merayap ke balik CD hitamnya dan gue remasi pantat besarnya yang terus di goser-goserkan ke tubuh gue… gue temuin lubang anusnya… sejenak gue elus-elus dan bergerak lagi sedikit gue ketemu sekumpulan rambut halus yang lumayan lebat… jari gue menerobos rerimbunan rambut kemaluan Beby… sampai gue temuin belahan bibir vaginanya… ternyata udah basah licin…jari gue bergerak menggelitik syaraf-syaraf perasa pada kulit bagian ini.

“Booonnny.!! terusin…!!! sayannnnggg gue pengin tuntasin hasrat ini…” suara Beby bergetaran parau merespon aksi jari gue di selangkangannya. Gue rebahin telentang tubuh Beby diatas sofa hitam Beby pasrah ketika CD hitamnya gue lepas, waoow.. manakala sepasang kaki panjangnya direntang lebar… mempertontonkan bibir vagina yang merah basah dikelilingi rambut kemaluan yang rimbun terpotong rapi… tanpa banyak cincong kusosot pangkal selangkangan indah itu, gue mainin tarian lidah di antara bibir vagina yang beraroma khas…

“Sssss…hhhoooo..! ” pinggul besar itu bergerak gemulai menyesuaikan dengan tarian lidah gue, diiringi rintih dan desah yang menggambarkan kenikmatan birahi seorang wanita, lidah gue menari lincah membesut liar klitoris yang kian membesar dan mengeras… jari tengah gue menyelinap diantara bibir vagina dan langsung memasuki lorong berlendir licin… Beby mendesah panjang manakala jari tengahku yang panjang dengan nakalnya menggelitik dinding liang cintanya…. tangannya menggapai selangkanganku yang sudah menggembung, akibat desakan kemaluanku

“Booonnyy… gue pingin punya lu… iiihhh… keras banget… gede nggak Bonn…?” sambil ngoceh nggak jelas, Beby dengan cekatan berhasil menelanjangi gue, posisi kita menjadi 69, kembali gue dengar teriakan kagum dari Beby yang kini gue yakin sedang berhadapan dengan to’ol gue yang panjang maksimumnya 18cm dengan diameter 5.5cm.

“Gilaaaa… baru kali ini gue temuin musuh seseram ini… gue suka Bonnn…. gue nggak sabar pengin segera ngerasain, yang segede lu punya.. iiihh keras lagi” kata Beby dengan suara mendesis bernada kagum, ooow maak.! batang kemaluan gue dihajar bibir indah yang rada dower milik Beby, lidahnya dengan lincah menjelajahi area selangkangan gue, bahkan dubur gue nggak luput dari aksi lidahnya yang liar dan nakal… dalam posisi 69 ini, serangan balikku tak kalah galak… klitorisnya kukenyut-kenyut dan kuoles-oles lembut dengan sapuan lidahku… sementara jari tengahku menjelajahi liang becek menggelitik syaraf-syaraf birahi di seputar dinding liang sanggamanya…

“sssh.. sss ampuun Boonn…! ooowww gue nggak tahan… hh hh.. gue pengen… orgasme dengan si bongsor ini…” seru Beby dengan suara gemetaran, gue belum jawab, Beby sudah merubah posisi.. Do’i rebah telentang di sofa dengan sepasang kaki panjangnya terentang lebar, mempertontonkan anatomi rahasianya… sepasang bibir vagina yang merah basah menggembung gemuk, bergerak kembang kempis menanti mangsa, dikelilingi rambut-rambut halus yang lumayan lebat… matanya yang agak sipit menatap gue dengan tajam penuh ketidak sabaran…bibirnya yang dower seksi monyong-monyong seakan memprotes gue yang lelet..

“Booonn… hhh…hhh… ayo sayaaangg.. lu juga bakal gue kasih nikmatnya olah cinta gue… mmm…ooohh…” suaranya mendesah dan mendesis, sambil jari-jari tangan kirinya mengelusi kadang menjebirkan bibir vaginanya yang sedower bibir atasnya… Dengan gaya yang sangat cool gue berlutut diantara pangkal pahanya… gue remas sepasang payudara montoknya dengan dua tangan… cewek Fak. Ekonomi setahun di bawah gue ini mengeram resah… hhmmm sepasang kaki panjangnya bergerak menjepit pinggangku , sehingga bibir vaginanya yang licin menempel erat ke batang kemaluanku yang mengacung galak… kemudian dibesot-besotkannya belahan bibir vaginanya yang basah dengan liarnya… matanya tampak mengerinyit kesal.

“Bonny lu nakal banget siiih…” protesnya

“Gue suka ngeliat cewek yang nggak ketahanan nafsunya… bikin gue tambah terangsang..” sahut gue kalem, sambil mata gue menatap matanya penuh arti.. kepala batang kemaluan gue yang mirip topi baja itu gue oles-olesin di sepanjang belahan bibir vagina Beby sampai menyentuh klitorisnya yang mengintip malu-malu, disambut desah resah, pinggul montoknya yang terus bergerak, bergoyang dan menggeol gemulai oooh merangsang sekali, wajah gemasnya terpancar jelas lewat sinar matanya yang agak sipit… ekspresi bibir dowernya, kadang bibir bawahnya digigit, monyong-monyong atau meringis memperlihatkan giginya yang beradu dengan rahang mengeras… mmm…ssss kali ini gue yang nggak tahan melihat ekspresi wajah Beby yang sangat natural

Gue arahin ujung topibaja kemaluan gue ke pintu liang sanggama Beby… dan langsung gue ayun masuk, tubuh Beby menggerinjal.

“Akkhh..!” serunya tertahan, wajah Beby gue lihat meringis kesakitan dan mata sipitnya terbeliak menatap gue.

“Pelan-pelan sayaang… gue makin nggak sabar… ayo lagi..” desisnya penuh penasaran.. Gue ulangi langkah pertama tadi, dengan agak hati-hati… beberapa kali ujung topi baja kontol gue kepeleset ke samping atau kebawah.. walaupun ludahku berhamburan di pintu liang sanggama untuk membantu melicinkan jalan masuk yang sempit… beberapa kali gagal membuat Beby tambah semangat… dikangkangkannya selebar mungkin pahany a dan kedua tangannya menahan kakinya…

“Yaaa….! tekaaannnn… hoo’o…ssss.. aahhh..! Boonny tahann…” dengan ekspresi yang sulit gue ceritain.. Beby memberi aba-aba… dan gue berhenti mendorong sementara topi baja itupun amblas..gue lihat nafas beby tersengal sengal dengan keringat mulai berhamburan membasahi tubuh mulusnya…

“Dorooongg lagi… dengan lembut saayyyaangg….ooookkkhhh..!” kembali gue bergerak dan berhenti ketika gue lihat telapak tangan kanannya membuka lebar seperti memberi kode berhenti… setengah panjang batang kemaluanku kini amblas tertanam di pusat selangkangan Beby.

“Siapa takuut..?” bisik Beby… setelah beberapa saat tubuhnya tak bergerak bagaikan mati dengan nafas tersengal-sengal… matanya yang sipit menatap gue penuh tantangan… tiba-tiba gue rasain gerakan lembut seakan mengurut dan menarik batang kemaluan gue yang amblas di liang sanggama Beby… ternyata Beby menggunakan otot perutnya, membuka jalan masuk batang kemaluan gue ke dasar liang sanggamanya, gue sedikit bergetar dengan kenikmatan yang gue rasain dan akhirnya amblaslah hampir seluruh otot tegang di selangkangan gue tertelan liang cinta di pusat selangkangan beby…

“Ayo jantan… berdansalah di atas tubuh gue..” bisik Beby sambil lidahnya yang runcing panjang menggapai daun telinga gue…dengan gerakan coba-coba kuayun lembut pinggul gue..keluar dan masuk… Beby mendesah dengan mata setengah terpejam.

“Nikmat Beby sayang..?”

“Bukan main… otot jantan lu memenuhi liang cinta gue, teruskan sayaang jangan ragu..”desah Beby dengan mata masih terpejam tampak menikmati, sambil menggerumasi rambut gondrong gue. Tarian pinggul gue, disambut desah dan desis kenikmatan disertai remasan lembut jari-jari lentik Beby pada segenap otot punggung gue, dan gue nikmatin jepitan liang sanggama yang sempit. gue tambah power dalam ayunan pinggulku…disambut rintihan manja Beby dan jepitan itupun makin nikmat gue rasakan.

“Bonny…oohh… otot jantan lu menggelitik seluruh… syaraf liang cinta gue…” mendengar respon Beby dansa gue tambah ekspresif…

“Yaaahh..! Booonny… lu galak bangeeettt… gue sukaa sayaang… yaaa… terus.. Boonnn..!”suara Beby meninggi dan gue rasakan pinggulnya mulai bergoyang bertanda otot elastis liang sanggama Beby mulai bekerja… selanjutnya gerakan

tubuh kami yang menyatu semakin liar. Pinggul gue mengayun menghantar rajaman kejam kepala batang kemaluan ke dasar liang sanggama Beby, tanpa ampun… sementara tubuh sintal di bawah tubuh gue pun menunjukkan perlawanan gigihnya, pinggul bulatnya tak hentinya bergoyang dan menggeol gemulai mengcounter serangan gue, agaknya Beby mulai mengeluarkan jurus-jurus goyang pinggul simpanannya… dari yang rasanya kontol gue kaya dikemot-kemot mulut ompong sampe yang rasanya kontol gue dilipet-lipet didalam liang sanggamanya… pokoknya semuanya ampun deh nikmat bener… wajahnya kadang beringas menatap gue penuh dendam… kadang matanya menatap wajahku dan seolah mengatakan rasakan goyang pinggul gue..! kadang dengan mesra kecupan bibir dowernya menjelajahi leher dan dada gue… bahkan desahan panjang bernada putus asapun sempat keluar dari mulutnya.

“Lu… oohh… hh.. hh.. e… emang pejantan sejati Bonn… hh..uuhh…” rengek Beby menunjukkan kegeraman, mata sipitnya menatap mata gue dengan sinar mata gemas, menyusul meredanya goyang pinggul Beby yang bak pusaran angin puting beliung…

“Gue nikmatin keliaran lu sayaang…” gue perlambat ayunan pinggul gua…

“Gue yakin… lu bangsa pejantan yang tahan lama gue suka hh..hhh.. bikin gue nikmat dengan gaya yang lain Bonn…” desisnya dengan sinar mata sipitnya yang tajam, tubuh bahenol itu melepaskan diri dari himpitan gue… Tubuh indah itu berdiri mengangkang menghadap TV monitor raksasa, kedua tangannya mencengkeram erat frame besi TV monitor tsb. setelah pantat bulat itu ditunggingkan.

“C’moon honey, hajar gue dari belakang…” mata sipitnya melirik ke arah gue yang masih telentang di sofa sambil mengocok batang kemaluan gue sendiri agar terjaga kengacengannya, gue ngeliat bentuk shilhoutte tubuh Beby yang menggeol-geolkan pinggulnya di depan TV monitor yang sedang menyuguhkan gambar wajah 3 orang wanita yang sedang berebut sperma yang berhamburan dari sebatang kontol… Singkat kata denganpose itu Beby gue hajar habis-habisan, tubuhnya yang tergolong tinggi memungkinkan untuk itu, tubuhnya meliuk-liuk dengan erangan-erangan tak lagi ditahan.

“Booonnn…! Haaaa…rrgghh..! hhhhoooo… gueee..! saaaammmpeeee laaggiii… Aaaaarrrrggghh..!” Tubuh indah ini menggelejat hebat untuk ke 2 kalinya… tanpa berhenti gue hajar lebih gila lagi….nggak sampe 30 detik setelah orgasmenya yang ke tiga…

“Ooooohhh shiiit…! ammpppuuunn.. Boonn gue dapeeeeeett laggggghhhooooowww..!!!” kali ini kedua tangannya menggapai ke leher gue dan tubuhnya bergantung pada tubuh gue.. setelah tubuhnya berhenti menggelejat bak orang sekarat dengan suara seraknya melolong penuh kegemasan…

“Gue isep aja ya sayy… gue nyeraah deh… hhh.. hh” bisiknya lemah.. ditengah nafasnya yang belum beraturan… iiihh, pucet banget mukanya…apa boleh buat… malem itu peju gue berhamburan di wajah Beby….itupun tanpa sempet ngebersihin peju gue yang belepetan di wajahnya… langsung pules do’i ketiduran… ya uddeh.. gue cabut aja.

setelah gue selimutin tubuh bugil Beby cewek gue… Sambil siul-siul kecil gue turun tangga, busyeet di anak tangga ada onggokan pakaian dalem perempuan… seinget gue Beby gue telanjangin di ruang Home Theatre… sayup-sayup gue denger… busyet ga’ salah orang lagi ML… langsung gue ngendap-endap mencari sumber suara… untung tempat gue bediri agak gelap…naaahh… ketemu lu… whaaattt??? nyokapnya Beby… lagi disetubuhin laki-laki yang gue kenal karena beberapa kali ketemu di rumah ini…

“Aaaahh… Deeenn… tunggguu dooonngg..!” keluh Tante Ira dengan nada kecewa dan gue lihat laki-laki itu mencabut kontolnya dari memek Tante Ira dan semburatlah peju kental diatas perut Tante Ira banyak sekali… namun tanpa respon dari Tante Ira…

“Sooorry hh…hhh… sayaaanng Abang ngggak tahann…” kata Oom Deden dengan nafas ngos-ngosan…

“Sorry…? uuuh sebel masak udah hampir seminggu gue nggak dapet juga… udah abang coli aja di rumah…uuuuh..!!” Tante Ira meninggalkan Oom Deden yang bengong. Mata gue mengikuti langkah gemulai Tante Ira yang telanjang bulat memasuki kamar mandi …. alamak… tubuh wanita setengah baya itu ga’ kalah sama anak gadisnya…. toketnya yang besar tampak mengkal dan masih kencang tegak, dan tubuhnyapun tampak masih singset tak berlemak…. kulihat oom Deden menyusul ke kamar mandi yang memang tak terkunci… kesempatan buat gue merat keluar rumah. Udah deh sejak saat itu Beby bagaikan tersedot magnet, lengket ama gue terus.


ABG GOKIL PAMER TOKET..

ABG GOKIL PAMER TOKET



TOKET MULUS CEWEK BOHAY..

TOKET MULUS CEWEK BOHAY











Foto Seksi Model Hot Shinta Nola..

Foto Seksi Model Hot Shinta Nola





Foto Bugil Body Oke..

Foto Bugil Body Oke